Kamis, 17 Januari 2013

Al-Quran sebagai revolusioner

Al-quran yang tadinya hanya saya pikir sebagai ajaran untuk kaum muslim saja, namun ternyata setelah saya menelaah dan melihat tujuan sebuah ayat turun dan dalam redaksi selalu dengan kata untuk seluruh alam, bahwasanya Allah SWT adalah Tuhan kita, Tuhan umat manusia siapapun dia, dari manapun asalanya, karena Dialah satu-satunya yang menciptakan kita.

Sejatinya kebenaran itu adalah satu, bukan dua ataupun tiga, dan al-quran adalah ajaran yang terus hidup. Keindahannya melebihi karya-karya ilmiah lain. Lebih indah dari buku-buku karya filsuf sejak zaman Anaximenes sampai Plato, lebih indah pula dari syair-syair orang arab yang tercatat dalam kitab ta'limul muta'allim, lebih indah pula dari orang yang sedang kasmaran, karena memang al-quran adalah untuk umat manusia, apapun agama yang dianutnya karena al-quran adalah jawaban untuk membebaskan kita dari ketidak adilan, dan al-quran sangat mengecam diskriminasi.

Teringat kata-kata Ashgar Ali Engineer dalam buku islam dan teologi pembebasan mengutip penafsiran Ahmad Amin terhadap kalimat "la ila ha illallah" orang yang beringinan memperbudak sesamanya berarti ia ingin menjadi Tuhan, padahal tiada Tuhan selain Allah; orang yang berkeinginan menjadi tiran berarti ia ingin menjadi Tuhan, padahal tiada Tuhan selain Allah ... Kita menghargai setiap manusia, apapun keadaannya dan dari manapun asalnya, asal bisa menjadi saudara bagi sesamanya.

Sejatinya Tuhan itu Esa, bukan satu atau dua. Manusia mengesakan Tuhan bagaimanapun Tuhan kenyataannya adalah satu dan yang lebih di bahas dalam al-quran adalah lebih ke penyatuan umat manusia dan tidak akan pernah terwujud tanpa terciptanya masyarakat tanpa kelas. Mengecam keras diskriminasi, dominasi yang kaya atas yang miskin, dominasi yang kuat atas yang lemah, karena dominasi tersebut adalah pengingkaran terhadap pembentukan masyarakat yang adil.

Memang ada ayat yang mengatakan bahwa agama yang di ridhai Allah adalah agama islam, namun kita terjebak dengan kata "islam" tersebut. "Islam" disana bukanlah "islam" dalam arti sebuah lembaga namun "islam" disana berarti jalan menuju kepasrahan total kepada-Nya. Kita sering pula mendengar kiai-kiai yang berkata bahwa agama adam sampai Muhammad SAW adalah agama islam, tapi apakah mungkin Nabi Ibrahim menamakan agamanya dengan agama islam? sedangkan Nabi Ibrahim memakai bahasa ibrani. Apakah mungkin Nabi Nuh menamakan agamanya dengan islam? bukankah kata "islam" itu adalah bahasa arab? untuk lebih jelasnya teman-teman bisa baca dalam buku "Berpikir seperti Nabi, perjalanan menuju kepasrahan" karya Kiai Fauz Noor.

Ketika seseorang berani menjadi tiran, maka kita perlu mempertanyakan ketauhidan dia karena bukan lagi mempertanyakan moral, akhlak, ataupun ibadah melainkan tauhid ia dipertanyakan. Karena tauhid berbicara mengenai penyatuan umat manusia, entah mereka beragama apa, dan darimanapun asalnya dia. Seseorang yang nanti akan selamat adalah dia yang beramal baik dan iman kepada Tuhannya. Semua agama adalah benar menurut keyakinannya masing-masing, dan bahwasanya banyak sekali ayat dalam al-quran yang memakai kata "muslimun". Diantaranya adalah QS. al-Baqarah: 132, QS. Yunus: 84, QS. al-Maidah: 44, QS. Yusuf: 101, QS. Al-a'raf: 126, QS. An-naml: 44, dan QS. Ali-Imran: 52, sehingga nama islam menjadi sebuah kelembagaan.



DAFTAR PUSTAKA:
Ashgar Ali Engineer. 1993. Islam dan Pembebasan. Penerjemah Hairus Salim dan Imam Baehaqi. Yogyakarta: LKiS

Fauz Noor. 2009. Berpikir seperti Nabi. Yogyakarta: LKiS